Archive for October 2017

ETIKA SOPAN SANTUN DALAM BERKOMUNIKASI
STUDI KASUS: UNIVERSITAS INDONESIA


DISUSUN OLEH:

RAINDECA DZULIKROM HAQQU                   (14117910)







1KA16

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
JURUSAN SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... ii
BAB I      PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
A.    Latar Belakang dan Rumusan Masalah……………………………1
B.     Tujuan yang Akan Dicapai………………………………………...2
BAB II    UI KELUARKAN IMBAUAN ETIKA SALAM DAN
                 TERIMA KASIH UNTUK MAHASISWA……………………………3
BAB III    MENGANALISA FAKTOR PENYEBAB
PERMASALAHAN ETIKA DI KALANGAN PEMUDA     UNIVERSITAS INDONESIA………………………………………...5
BAB IV    SOLUSI UMUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH
     PEMERINTAH, MASYARAKAT DAN PEMUDA…………………...8
A.    Solusi yang Dapat Dilakukan Pemerintah…………………………8
B.     Solusi yang Dapat Dilakukan Masyarakat………………………...9
C.     Solusi yang Dapat Dilakukan Pemuda Indonesia………………...10
BAB V    PENUTUP……………………………………………………………..12
A.    Kesimpulan………………………………………………………..12
B.     Saran……………………………………………………………... 12
DAFTAR PUSTAKA.......………………………………………………….……..13







BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Di dunia dewasa ini banyak sekali perubahan – perubahan yang mendasar terhadap perilaku setiap manusia. Hal itu dapat dilihat mulai dari cara berpakaian, gaya berbicara hingga etika mereka terhadap sesama manusia. Salah satu objek perubahan itu ialah pemuda. Pemuda adalah suatu aset bangsa yang tak tergantikan mengingat merekalah yang akan melanjukan perjuangan bangsa kemudian hari nanti. Namun, ada suatu permasalahan yang menjangkit mereka saat ini yaitu etika dalam berperilaku terhadap sesama manusia.
Penulis ingin memfokuskan pembahasan terhadap suatu permasalahan sosial di kalangan pemuda terutama Indonesia yaitu Etika Sopan Santun dalam Berkomunikasi Studi Kasus: Universitas Indonesia sebagai acuan makalah ini. Penyebab hal tersebut ialah penulis ingin mengulik suatu permasalahan dari berita yang penulis baca yaitu “UI Mengeluarkan Peraturan Etika Mengirim Pesan Whatsapp Kepada Dosen.”
Era Globalisasi sendiri yang dipekirakan menjadi pelopor penting dalam perubahan sikap yang dialami oleh para pemuda indoensia. Perkembangan seperti internet dan media sosial menjadi penyumbang utama dalam merubah cara berkomunikasi pemuda Indonesia yang terkadang menuju ke arah gaya bahasa yang “kurang sopan”.
Adapun rumusan masalah yang kami gunakan sebagai acuan kami dalam membuat Makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Apakah faktor – faktor penyebab permasalahan etika di kalangan Pemuda Akademika Universitas Indonesia?
2.        Bagaimana solusi umum yang dapat dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan para pemuda Indonesia?

B.            Tujuan yang Akan Dicapai
Berdasarkan pernyataan diatas, tujuan yang akan dicapai dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Agar dapat mengetahui dan menganalisa faktor yang menyebabkan perubahan tingkah laku pemuda indonesia dengan studi kasus Universitas Indonesia
2.      Agar dapat memberikan solusi yang tepat yang dapat dilakukan pemerintah, masyarakat, dan para pemudia Indonesia.



BAB II
UI KELUARKAN IMBAUAN ETIKA SALAM DAN TERIMA KASIH UNTUK MAHASISWA


TEMPO.CO, Jakarta - Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia mengeluarkan imbauan etika menghubungi dosen melalui telepon genggam Ada tujuh hal yang diatur dalam aturan itu, dan satu hal contoh dalam memberi pesan singkat kepada dosennya.
Manajer Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Lina Miftahul Jannah membenarkan imbauan itu dikeluarkan timnya sejak 26 September 2017. “Ini untuk menyambut mahasiswa baru,” katanya saat dihubungi Kamis 5 Oktober 2017. Baca: Ini Manfaat Berteman dengan Anak di Media Sosial 
Menurut Lina, dikeluarkannya imbauan itu karena ada keluhan dari para dosen terkait gaya komunikasi mahasiswa ke dosen akhir-akhir ini. Lina mencontohkan, para mahasiswa sering langsung 'menembak' waktu tertentu kepada sang dosen untuk melakukan bimbingan skripsi. “Mereka langsung katakan ‘Pak, besok bisa ketemuan?’,” kata Lina.
Seharusnya para mahasiswa bertanya terlebih dahulu kesiapan waktu sang dosen tanpa 'menembak' waktu tertentu. Apalagi dalam hal ini sang mahasiswa yang membutuhkan dosen, bukan sebaliknya. Masalah lain yang dialami para dosen adalah jam komunikasi yang dilakukan mahasiswa. Ada sebagian mahasiswa yang menghubungi para dosen di malam hari. “Seharusnya kan pada jam kerja saja. Ada beberapa dosen yang merasa terganggu karena sedang istirahat,” kata Lina.
Lina menilai gaya bahasa yang berubah ini terjadi karena semakin gencarnya media sosial di masyarakat. Sehingga cara komunikasi antar teman sejawat yang digunakan mahasiswa itu terbawa saat berkomunikasi dengan para dosen yang tentunya lebih tua dari mereka. Lina membenarkan seharusnya sopan santun berkomunikasi dengan orang yang lebih tua sudah seharusnya diajarkan di bangku sekolah dasar, atau maksimal di bangku sekolah menengah. “Anak zaman sekarang kan berbeda dengan zaman kita dulu (yang sudah diajarkan etika seperti itu),” katanya. Baca: Anak Ogah Curhat ke Orang Tua, Pasti Ada yang Tidak Beres
Lina menambahkan imbauan itu salah satu bentuk pencegahan yang dilakukan kampus agar mahasiswanya bisa berkomunikasi dengan lebih baik saat memasuki dunia kerja nanti. “Harapannya mereka nanti terbiasa berkomunikasi dengan baik di lingkungan sosial,” katanya.

Sumber Berita             : https://gaya.tempo.co/read/1022380/ui-keluarkan-imbauan-etika-salam-dan-terima-kasih-untuk-mahasiswa
Sumber Gambar          : https://news.detik.com/berita/3673415/alasan-ui-bikin-etika-kontak-dosen-via-wa-supaya-mahasiswa-sopan



BAB III
MENGANALISA FAKTOR PENYEBAB PERMASALAHAN ETIKA DI KALANGAN PEMUDA UNIVERSITAS INDONESIA

Sebagai permulaan pembahasan kali ini saya akan melampirkan pendapat saya mengenai apa itu etika. Etika adalah suatu sikap yang diterapkan oleh manusia dalam konteks menghormati sesama mereka. Hal itu pula yang mengatur seseorang agar mengikuti suatu cara dalam bentuk tata krama di kalangan masyarakat. Penyebab mengapa manusa harus beretika ialah untuk menunjukan diri bahwa ia adalah seorang manusia yang patut untuk diperhatikan dan tidak semena – mena dalam bertindak.
Manusia yang menggunakan etika sebagai landasan hidupnya biasanya akan terbiasa untuk mengikuti aturan dan ia tau bagaimana harus bersikap dalam berbagai jenis lingkungan yang ada di masyarakat. Hal itu tentu sangat dibutuhkan oleh setiap manusia terutama para golongan muda era millennia. Pemuda millennial dikenal beberapa orang sebagai kaum yang apatis dalam kehidupan “nyata” namun sangat “proaktif” dalam lingkungan “maya”. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka sangat sulit mengetahui sikap etika di masyarakat dikarenakan sebagian dari mereka tidak mengetahui bagaimana cara bertata krama dengan benar.
Mengalisis kasus yang sedang terjadi baru – baru ini yaitu dikeluarkannya peraturan oleh Universitas Indonesia kepada mahasiswanya untuk mengenai etika dalam berkomunikasi kepada dosen membuat saya ingin mengeluarkan beberapa pendapat yang mungkin sama dengan kebanyakan orang.
Pertama, mengapa terjadi penyelewengan etika di sana? Menurut Psikolog Astrid Wen ia menyatakan bahwa hal ini terjadi karena adanya perbedaan demokrasi pada masa lampau dan masa sekarang. Contoh ialah pada zaman dahulu kebanyakan orang merasa sulit dalam sektor ekonomi dan oleh karena itu, mereka bahu – membahu antar sesama manusia untuk keluar dari masyarakat.
Menurut saya sendiri sebagai mahasiswa Gunadarma menyatakan bahwa yang membuat beberapa pemuda di Universitas Indonesia kurang mengetahui etika ialah karena adanya faktor “kebiasaan”. Bisa dibilang terkait dengan pendapat Psikolog Astrid Wen, saya berpikir bahwa demokrasi saat ini begitu bebas sehingga banyak pemuda “keblablasan” dan hampir tidak bisa melihat batas – batas yang mereka harus tidak lewati.
Sebagai acuan ialah adanya media sosial sebagai pelopor gerakan ini. menurut saya kebanyakan dari pemuda berinteraksi secara bebas dalam media sosial sehingga menimbulkan “kebiasaan” yang saya maksud dan tidak terasa hal itu pun yang mereka bawa kepada orang yang lebih tua (dosen).
Hal berikut yang bisa menjadi faktor ialah kebebasan berpendapat antar sesama manusia. Bedasarkan UUD 1945 pasal 28 berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Pasal ini mempunyai arti yang luas dan dalam konteks ini pula dikatakan bahwa pemuda pula dapat “bebas” dalam bersikap dan mengeluarkan pikirannya.
Dalam kasus Universitas Indonesia ini yang saya tangkap ialah beberapa mahasiswa di sana lebih bersikap “bebas” terhadap apapun sehingga timbul sifat yang dikenal sebagai “tidak mau diatur.” Ada dari pemuda kita mengutarakan kalimat seperti “Apa sih mau lo? Terserah gue dong mau ngapain bukan urusan lo!” atau “Mulut ya mulut gue ya terserah gue dong mau ngomong apa” dalam hal ini mereka akan lebih suka untuk langsung terus terang atas apa yang mereka katakan/tuju ketimbang memikirkan situasi dari lawan bicara yang mereka hadapi.
Berikutnya yang terakhir ialah adanya sifat egoistis dan tidak mau sabaran/to the point. Beberapa dari mereka mungkin memiliki keperluannya masing – masing sehingga mereka ingin segera menyelesaikannya. Terkadang sikap ini dapat tercemin dari bagaimana cara mereka berkomunikasi.
Sebagai contoh saya menguti pernyatataan dari artikel di bab II yaitu “Pak, besok bisa ketemuan?” Bila saya teliti gaya bahasanya terceminkan bahwa sang mahasiswa sengaja “menembak” sang dosen dengan maksud agar ia datang sesuai keinginan dari mahasiswa tersebut.
Sifat egoistis dapat terlihat jelas dan menyatakan bahwa mahasiswa tersebut terkesan seperti dosen yang membutuhkan dia bukan dia yang membutuhkan dosen. Mungkin sebagian dari pembaca berpikir “yaa wajar sajalah kan mahasiswa ingin cepat selesai skripsinya.” Atau “harus digituin biar dosennya nggak bisa alasan kabur entah kemana menelantarkan kami.” Saya pribadi tidak menyalahkan opini – opini tersebut namun perlu diingat bahwa hal itu adalah bentuk dari sifat ketidaksabaran.
Bila kita usut dalam, menurut Wikipedia.org definisi Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Kebanyakan pemuda sekarang kurang sabar dalam mengatasi suatu masalah dan mereka terkadang “sedikit memaksa” agar tujuan mereka cepat terselesaikan(To The point). Dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa ketidakstabilan emosi dalam menahan dirilah yang menjadi pemicu utama dalam bertingkah laku.
Bedasarkan faktor – faktor diatas dapat saya simpulkan bahwa semua permasalahan etika berasal dari hati dan sikap dari setiap subjek pemuda itu sendiri. Jika ingin memperbaiki mereka mawa pebaiki dulu hati mereka dan kenali mereka agar dapat mengetahui metode yang tepat dalam mengajarkan etika kepada golongan pemudia khusunya di Indonesia.



  BAB IV
   SOLUSI UMUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH, MASYARAKAT DAN PEMUDA

A.                Solusi yang Dapat Dilakukan Pemerintah
Pemerintah mempunyai wewenang yang luas dalam menentukan kebijakannya. Namun hal itu tidak dilakukan secara serius oleh pemerintah dalam agenda “memperbaiki mutu sumber daya manusia.” Perlu diketahui bahwa etika merupakan pencerminan dari mutu sumber daya manusia itu sendiri.
Menurut saya. seharusnya pemerintah membuat suatu sosialisasi mengenai sikap dan tata cara berdemokrasi dengan cara yang benar dan sebuah sosialisasi mengenai etika dalam kasus bermedia sosial. Kedua hal itu penting dikarenakan penyumbang besar alasan kurang beretika sebagaimana telah dibahas dalam bab III ialah kebiasaan dan demokrasi yang bebas.
Jika pemerintah menerapkan sosialisasi demokrasi paling tidak akan mengurangi persepsi demokrasi yang salah dan menaikin citra pemerintah di depan masyarakatnnya. Hal ini tentu pula baik dalam hal “promosi keperintahan” atas isu – isu miring yang menerpa pemerintah beberapa tahun kebelakangan terutama di sisi legislatif ketimbang eksekutif.
Demokrasi pancasila juga harus ditegakkan karena dalam pancasila itu tersendiri mengangdung nilai yang kental terhadap etika – etika rakyat Indonesia yang harus diterapkan sesegerakan mungkin kepada para pemudanya. Jangan jadikan mereka menjadi objek adu domba politik dan memanfaatkan semangat mereka justru ke arah yang salah.
Lalu dengan diadakan sosialisasi etika dalam bermedia sosial diharapkan generasi muda dapat berkembang dan mengetahui batas – batas yang mereka tidak boleh langgar bagaikan menembus dimensi ke empat. Dengan ini dapat dipastikan pemuda pun akan menjadi pelopor beretika dan dapat ditiru oleh generasi – generasi berikutnya.

B.                 Solusi yang Dapat Dilakukan Masyarakat
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam mengembangkan sikat beretika di lingkungan mereka. Masyarakat yang baik akan mengajarkan bagaimana cara beretika mulai dari lingkungan keluarganya. Bisa dianalogikan sebelum membuat perubahan ubahlah diri sendiri terlebih dahulu.
Dari scope ini seorang kepala keluarga dapat mendidik keluarganya agar tau tata krama yang baik dan benar mulai dari gerakan salam hingga berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Metode ini menjadi peranan penting Karena dengan mengubah yang kecil akan membuat suatu perubahan yang besar bila dilakukan oleh setiap orang.
Selanjutnya ketika seseorang sebut saja pemuda sudah mengerti beretika dalam lingkungan keluarganya maka suruhlah ia berinteraksi dengan dunia luar dimulai dari tetangganya. Dengan mengenal tetangga kita dapat tau bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Selain itu hal terpenting ialah pemuda harus mengikuti perkumpulan warga seperti karang taruna. Bila dibiasakan maka akan tercipta generasi emas pemuda yang mempunyai solidaritas tinggi serta menjunjung tinggi sifat beretika sesama manusia.
Ketika pemuda sudah paham perannya dalam lingkungan tetangga maka ia bisa membawa dirinya keseluruh aspek kehidupan bermasyarakat. Dengan hal ini pula ia dapat menempatkan diri ketika sedang berinteraksi dengan yang lebih tua dalam lingkungan aktivitas akademika yang mereka jalani. Tentu metode ini membuat tugas pemerinta pula semakin mudah dalam hal menaikan mutu dari setiap sumber daya manusia khusunya para golongan pemuda yang sangat produktif dan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan membantu perkembangan negara Indonesia itu sendiri.




C.                Solusi yang Dapat Dilakukan Pemuda Indonesia
Pemuda adalah kunci dari pergerakan revolusi seperti yang saya kutip dari pidato menggelora Ir. Soekarno “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Oleh karena itu, kunci dari keberhasilan suatu bangsa adalah pemudanya.
Hal atau solusi yang dapat dilakukan oleh para pemuda Indonesia adalah meningkatkan sikap solidaritasan sehingga akan menumbuhkan pula sifat etika yang bermoral. Dalam hal ini semakin baik moral suatu pemuda maka akan naik pula cara tingkah laku dari subjek manusia tersebut.
Pada kasus ini hal yang dapat memecah pemuda saat ini adalah era globalisasi dan menurunkan sikap gotong royong. Etika sendiri merupakan prinsip bermasyarakat sehingga solusi pertama dalam mengatasi permasalahan sosial dalam ruang lingkup etika adalah gotong royong.
Berikutnya ialah sering – seringlah bergaul dengan berbagai jenis orang sehingga pemuda tau bagaimana menempatkan diri mereka dalam berbagai hal situasi yang ada. Dalam suatu kasus di Universitas Indonesia sebagaimana dikutip dari bab II adalah timbulnya sikap “kebiasaan”. Kebiasaan sendiri karena mereka lebih berbasis pada daerah pertemanan yang kurang lebih sama bahkan berkomunikasi dengan metode jarak jauh. Implikasi ini menyebabkan pemuda tidak dapat meliha atau merasakan lawan bicaranya dan mengakibatkan mereka tidak dapat menentukan etika yang tepat dalam bermsyarakat.
Terakhir ialah ikuti organisasi – organisasi yang menyerukan semangat pemuda khususnya dalma bidang beretika karena di sana kalian dapat menemukan berbagai sifat orang lain lalu didukung oleh sifat organisasi sendiri yaitu berkolaborasi bermanfaat berimplikasi pula terhadap pribadi dari setiap golongan pemuda yang berada dalam ruang lingkup tersebut.

Bila semua solusi diatas dilakukan tidak hanya etika yang dapat dilakukan namun sifat – sifat dan norma lain dapat dikembangan yang tentu akan menguntungkan baik masyarakat sebagai sumber daya manusia serta pemerintah dalam menjalankan berbagai macam program pemerintah ataupun kebijakan yang dikehendaki.



    BAB V
   PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan opini saya, dapat dikatakan bahwa masih rendahnya sikap beretika di kalangan pemuda dan perlu ada tindakan agar budaya “tidak sopan” dapat diminimalisir atau dihilangkan dalam budaya masyarakat Indonesia. Untuk itu kasus ini butuh perhatian serius terutama pemuda Indonesia sebagai pemain penting dalam permasalahan etika ini.
Oleh Karena itu, saya sebagai penulis makalah ini mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi informasi dan teguran terhadap diri saya sebagai salah satu pelaku yaitu pemuda Indonesia. saya juga berharap bagi masyarakat luas supaya dapat mendunkung sikap etika di dalam kehidupan terutama dalam aspek keluarga. Selain itu, opini ini juga ditujukan untuk pemerintah ke depan agar dapat meningkatkan sikap etika pemuda Indonesia di masa depan.
B.     Saran
Kami tidak memungkiri bahwa makalah ini tidaklah sempurna disebabkan oleh kurangnya sumber yang lebih luas, akurat, terpercaya, dan pengetahuan yang sempit dari penulis. Diharapkan kedepan akan ada opini lain yang dapat menyempurnakan makalah saya atau saya pribadi mendapat kesempatan untuk melanjutkan riset mengenai etika di kemudian hari.ini.


DAFTAR PUSTAKA
https://www.@gaya.tempo.co/read/1022380/ui-keluarkan-imbauan-etika-salam-dan-terima-kasih-untuk-mahasiswa
https://www.@gaya.tempo.co/read/1022421/mengapa-mahasiswa-masih-diajarkan-etika-maaf-dan-terima-kasih
https://www.@news.detik.com/berita/3673415/alasan-ui-bikin-etika-kontak-dosen-via-wa-supaya-mahasiswa-sopan

[Ilmu Sosial Dasar] Etika Sopan Santun Dalam Berkomunikasi Studi Kasus: Universitas Indonesia

Posted by : Raindeca Dzulikrom Haqqu
Sunday, October 29, 2017
0 Comments
SOSIALISASI PENGAMEN DI KALANGAN MASYARAKAT
Ditujukan untuk memenuhi nilai mata kuliah Ilmu Sosial Dasar

Disusun oleh
Kelompok I:
1.      Andika Mufid                                                                              10117697
2.      Farhan Fadhilah                                                                         12117178
3.      Maria Cristina Aruan                                                                16117645
4.      Muhammad Syahdan Haidar                                                    17117200
5.      Nadya Berliana                                                                           14117391
6.      Raindeca Dzulikrom Haqqu                                                      14117910
7.      Ridwan Fahdika Ahmad                                                            15117165


1KA16

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
JURUSAN SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. II
BAB I      PENDAHULUAN…………………………..............................……... .1
A.    Latar Belakang dan Rumusan Masalah.........………...................... 1
B.     Tujuan yang Akan Dicapai……………..........................................2
BAB II    PEMBAHASAN………………………………………………............. 3
A.    Pendapat Umum Mengenai Pengamen di Kalangan Masyarakat…......3
B.     Munculnya Permasalahan Sosial Pengamen di
Kalangan Masyarakat…………………………………………….................................5
C.     Solusi Mengatasi Profesi Pengamen di Kalangan Masyarakat……6
BAB III    HASIL SOSIALISASI, FAKTA – FAKTA DAN
     PEMECAHAN MASALAH…………………………………………...............7
A.    Hasil Sosialisasi…………………………………………………...7
B.     Fakta – Fakta……………………………………………………. 11
C.     Pemecahan Masalah Sementara………………………………….14
BAB IV    PENUTUP………………………………………………................... .16
A.    Kesimpulan…………………………………………………….... 16
B.     Saran……………………………………...................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.......………………………………………………….……..17



BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Permasalahan sosial saat ini begitu melekat dalam kehidupan manusia. Mulai dari kesenjangan sosial, kemiskinan, etika, kebiasaan buruk, hingga pekerjaan. Salah satu contohnya ialah munculnya profesi seperti pengamen yang memanfaatkan bakat mereka di tempat yang salah. Pengamen selalu dianggap sebelah mata oleh masyarakat sehingga banyak yang tidak menyadari permasalahan ini padahal tersimpan potensi besar dari sosok pengamen tersebut.
Penulis ingin memfokuskan pembahasan terhadap suatu profesi pekerjaan yaitu pengamen sebagai acuan makalah ini. Penyebab hal tersebut ialah penulis ingin menginformasikan hal penting mengenai potensi yang jarang diketahui oleh khalayak publik dengan melakukan sosialisasi kepada para pengamen di jalanan.
Alasan orang untuk menjadi pengamen pula beragam namun bakat yang mereka miliki yang sama sekali tidak ada di tempat bimbingan belajar atau sejenisnya membuat mereka terlahir dari suatu titik kegagalan dan ingin bangkit demi melanjutkan hidupnya.
Namun, ciri khas pengamen sendiri sering mendapat sentimen negatif dari golongan masyarakat sendiri dan membuat nasib mereka terlonta – lonta karena tuduhan yang tidak sepenuhnya benar itu.
Adapun rumusan masalah yang kami gunakan sebagai acuan kami dalam membuat Makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Bagaimana pandangan umum mengenai profesi pengamen di kalangan masyarakat?
2.        Mengapa muncul permasalahan sosial seperti pengamen di kalangan masyarakat?
3.        Bagaimana solusi untuk memanfaatkan profesi pengamen sesuai dengan keinginan publik?

B.            Tujuan yang Akan Dicapai
Berdasarkan pernyataan diatas, tujuan yang akan dicapai dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Agar dapat mengetahui berbagai sudut pandang umum mengenai profesi pengamen.
2.      Agar dapat mengetahui seluk beluk permasalahan sosial seperti pengamen di kalangan masyarakat.
Agar dapat memberikan solusi yang tepat untuk memanfaatkan sumber daya pengamen sesuai keinganan masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendapat Umum Mengenai Pengamen di Kalangan Masyarakat
Pada hakekatnya manusia mempunyai cara pandang masing – masing mengenai suatu permasalahan. Permasalahan itu tersendiri terkadang menimbulkan perdebatan akibat adanya perbedaan pendapat. Bedasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa cara pandang masyarakat mengenai pengamen adalah salah beragam.
Cara pandang yang paling mendasar adalah pengamen tidak sepenuhnya buruk. Hal itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa pembagian metode yang real yang tentu dapat dinilai oleh setiap orang yang mempunyai cara pandang yang sama.
Menurut Jamal Hilmi dalam skripsinya yang berjudul Fenomena Keberadaan Pengamen di lingkungan Wisata; Studi Kasus Pengamen Anaka di Lingkungan Wisata Kota Tua Jakarta, ia menyatakan bahwa sifat positif dari pengamen sendiri adalah mereka sangat baik dalam menemukan peluang, tahan bekerja keras, memiliki solidaritas yang tinggi, terampil, bersikap terbuka dan saling percaya.
Menurut beliau pula ia menyatakan bahwa pengamen adalah sosok yang asertif. Asertif adalah suatu tindakan yang tidak merugikan diri sendiri dan juga diri masyarakat sehingga pada dasarnya ia tidak hanya menimbulkan dampak negatif melainkan dampak postif bagi masyarakat seperti menghibur dan lain sebagainya.
Adapun cara pandang yang lain ialah pengamen merupakan suatu permasalahan sosial. Hal tersebut pula memiliki dasar dan acuan yang kongkrit yang dapat dibuktikan oleh beberapa opini dan kajian dari berbagai narasumber yang ada.
Menurut Haryo Phebi Gunantoro dalam skripsinya yang berjudul Pengamen Tanjungpinang(Studi Tentang Perilaku Menyimpang Pengamen Kawasan Tepi Laut), ia mendefinikan bahwa pengamen telah melakukan penyimpangan yang cenderung bertindak kearah – arah yang kurang baik dilihat masyarakat bedasarkan informan penelitian.
Bedasarkan hasil eksperimen Alfiah dalam sidang Skripsinya berjudul Pengamen dan Ketertiban Umum(Pandangan Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Mayoritas mahasiswa di sana merasa terganggu dengan kehadiran para pengamen.
Alfiah pun mengutip bunyi dalam pasal 504 KUHP yang berisi tentang larangan untuk mengemis dan menggelandang yang secara tidak langsung menyatakan bahwa tindakan pengamen sendiri sudah melawan bunyi di pasal 504 KUHP tersebut.


B.     Munculnya Permasalahan Sosial Pengamen di Kalangan Masyarakat
Pengamen tentu mempunyai motif sehingga ia mau pergi ke jalan dan melakukan pekerjaannya di sana. Dari sekian banyak motif itu tentu dilandasi oleh pedoman kuat dari setiap individu pengamen itu sendiri. Oleh karena itu, bedasarkan data yang ada penyebab permasalahan sosial tersebut dapat di golongkan ke dalam suatu aspek yang lebih umum.
            Menurut Jamal Hilmi dalam skripsinya, ia menyatakan bahwa permasalahan pengamen timbul karena adanya dorongan dari dua aspek yaitu sosial dan ekonomi. Dalam aspek sosial hal ini lebih dipengaruhi oleh pergaulan atau paksaan dari kedua orang tua dan memerintahkan seseorang seperti anak mereka untuk pergi mengamen demi memebuhi kebutuhan ekonomi.
            Bedasarkan hal tersebut dapat di berikan bahwa penyebab – penyebab seperti itu dapat menyebabkan jumlah pengamen semakin bertambah dan timbul suatu permasalah sosial yang nyata di kalangan masyarakat. Tidak hanya dari data ini, ada beberapa beberapa data lain yang mendukung hal tersebut.
             Menurut situs landasanteori.com mengutip buku karangan Siregar halaman 39 terbitan 2004 menyatakan bahwa ada sebuah istilah unik untuk para pengamen yaitu banyak di jalan, banyak uang. Hal ini tentu membuat jumlah motif lahirnya pengamen semakin banyak dak berkembang.
            Bedasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa fondasi paling mendasar mengenai motif pengamen di kalangan masyarakat ialah karena adanya kecendurangn factor ekonomi yang tidak baik sehingga memaksa mereka melakukan aktivitas tersebut dengan terpaksa.


          C.    Solusi Mengatasi Profesi Pengamen di Kalangan Masyarakat
Profesi pengamen bisa menjadi panutan ataupun menjadi ancaman bagi siapa saja yang memegang teguh dengan perspektif yang diyakini. Hal ini mempengaruhi metode penyelesaian atau solusi untuk mengatasi adanya profesi pengamen di kalangan masyarakat.
Menurut Alfiah dalan skripsinya, ia berpendapat bahwa seharusnya pemerintah harus menyiapkan suatu wadah yang dapat menampung kreativitas para pengamen sehingga mereka dapat bekerja keras tanpa harus mengamen.
Menurut Jamal Hilmi, ia menyarankan bahwa sebaiknya para pengamen terutama anak – anak untuk diberi kasih sayang sehingga ia tidak melakukan perilau menyimpang, mendapat hak edukasi yang baik, serta untuk pemerintah untuk intensif melakukan penertiban dan membuat rumah singgah bagi para anak jalanan.
Menurut Haryo Phebi Gunantoro, ia menyarankan bahwa sebaiknya para pengamen dikumpulkan di suatu wadah dan dilatih tidak hanya dari segi seni musik melainkan hal yang agar menciptakan manusia yang terampil dan berguna bagi masyarakat.
           Suatu aksi nyata pun telah dilakukan oleh warga DKV Binus dalam workshop Kreatif Do Good Indonesia: Better Jakarta. Sebagai yang dikutip dalam situs indonesiakreatif.bekraf.go.id dengan kelima proyeknya dengan takjub The Hidden Beauty of Rawa Belong membuat salah satunya pengamen untuk “naik pangkat” dengan melakukan make over terhadap para pengamen.


BAB III
HASIL SOSIALISASI, FAKTA – FAKTA DAN PEMECAHAN MASALAH

          A.    Hasil Sosialisasi
Screenshot_20170928-234214 Screenshot_20170928-234300 
Sosialisasi/wawancara singkat Para Akademika Universitas Gunadarma
Sosialisasi dan wawancara singkat Pengamen jalanan.






1506616123861  1506616126400
1506616122550 1506616125115
Sosialisasi Dunia maya mengenai Pengamen
 
Responden ketiga dan keempat
Responden kelima
            Responden keenam
Responden ketujuh
Responden kedelapan
Responden kesembilan

Note : Atas Dasar Privasi saya tidak dapat mengunggah foto dengan terang - terangan, jika ingin mengetahuinya silahkan hubungi Dosen yang bersangkutan. terima kasih


          B.     Fakta – Fakta
Bedasarkan hasil sosialisasi kelompok kami dapat dinyatakan bahwa setiap orang mempunya cara pandang atau sisi yang relatif berbeda – beda mengenai eksistensi pengamen. Ada yang pro ada yang kontra berikut keterangan dari sembilan narasumber yang telah kami wawancarai.
Menurut narasumber yang pertama ia mendefinikan pengamen sebagai pekerjaan atau profesi yang dilakukan dengan cara bernyayi di jalanan seperti jalan raya ataupun angkot. Menurutnya ia tidak keberatan dengan adanya profesi itu selama ia masih dalam koridor yang benar dan mencari nafkah dengan cara yang halal. Lalu pandangan narasumber mengenai alasan para pengamen adalah dikarenakan tidak adanya lapangan pekerjaan.
Berikutnya ialah narasumber kedua, ia menyatakan bahwa pengamen adalah orang – orang yang mempunyai bakat seni dan menyalurkannya dalam bidang musik.respon dari sang narasumber ialah mengapresiasi pekerjaan tersebut namun ia mengkritik suatu hal dikarenakan para musisi jalanan itu tidak mendapatkan media atau wadah yang tepat untuk mengamen. Alasan versi narasumber mengenai penyebab adanya profesi tersebut adalah kemiskinan.
Selanjutnya narasumber ketiga, menurutnya pengamen adalah seseorang yang meminta – minta di jalanan tanpa mengenal umur dari anak – anak hingga dewasa. Sudut pandang narasumber terhadap pegamen adalah netral tetapi akan lebih baik jika mereka tidak mengamen, menurut sang narasumber alasan orang mengamen adalah karena adanya tekanan hidup. Mengutip sebuah kasus yang diceritakan dari narasumber tiga, ia menceritakan bahwa di suatu wilayah ada anak – anak pengamen yang dipaksa untuk mengamen agar dapat menyerakan uang setoran kepada pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab seperti preman. Hal ini menyebabkan adanya paksaan mental yang membebani mereka sehingga mau tidak mau pilihan hidupnya dalah mengamen.
Menurut narasumber keempat, pengamen adalah suatu profesi yang membutuhkan skill dalam pekerjaannya dan menganggap bahwa pengamen adalah tergolong “pekerjaan”. Menurutnya ia lebih mengapresiasi pengamen ketimbang pengemis karena tidak meminta – minta dan lebih untuk bekerja. Narasumber tersebut mengatakan bahwa profesi ini muncul karena adanya paksaan dan tekanan ekonimi yang melanda mereka.
Berikutnya narasumber kelima, menurutnya pengamen adalah suatu pekerjaan. Respon narasumber terhadap mereka adalah risih bila ada pengamen yang menghampiri dirinya terutama ketika sedang makan. Menurutnya alasan muncul pengamen adalah karena unsur kebutuhan yang harus dipenuhi.
Selanjutnya narasumber keenam, menurutnya pengamen adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh anak – anak muda yang berorientasi kepada kemalasan. Menurutnya pekerjaan itu adalah alasan mereka karena tidak mau mencari kerja dan lebih memilih menganggur. Ia pun menceritakan bahwa di wilayah rumahnya sering sekali pengamen lewat dan terkadang mereka menganggu sang narasumber.
Menurut narasumber ketujuh, pengamen adalah seseorang yang dianggap tidak mempunya apa – apa secara materil dan lebih mengorientasikan pekerjaannya untuk mencari uang ketimbang memberikan makan keluarga/anak – anaknya. Sudut pandang narasumber adalah sedikit risih dengan eksistensi mereka. menurutnya penyebab muncul profesi ini karena mereka membutuhkan uang dengan cara yang secepat mungkin.
Berikutnya narasumber kedelapan, menurutnya ia menganggap bahwa definisi pengamen sendiri terlalu luas. Salah satunya adalah ia menganggap bahwa mengamen merupakan pekerjaan layak terutama di kafe – kafe ketimbang yang ada di jalanan. Mengutip contoh dari narasumber ini, ia memberikan gambaran pengamen yang ada di Yogyakarta dan mengatakan bahwa di sana pengamen menitikberatkan terhadap pelestarian budaya. Sudut pandang narasumber mengenai pengamen condong positif kecuali bagi yang di jalan – jalan. Menurutnya alasan mereka mengamen adalah karena tidak punya pekerjaan dan mengamen untuk bekerja. Namun, mengutip contoh dari narasumber ini ada suatu gambaran bahwa pengamen yang berada di jalan condong ke arah anarkis karena mereka seperti memaksa untuk meminta uang lalu agar tidak memaksa maka diberi uang.
Selanjutnya narasumber kesembilan, menurutnya pengamen adalah suatu profesi yang dapat diapresiasi karena mereka adalah orang yang berseni dengan niat yang baik ketimbang mengemis. Sudut pandang narasumber ini terhadap pengemis adalah netral dikarenakan walau ia mengapresiasinya dia pula menyebutkan sisi negatif dari pengamen yaitu mereka sedikit memaksa dan jumlah mereka terlalu banyak. Menurutnya alasan mereka untuk mengamen dikarenakan tidak adanya lapangan pekerjaan serta ada pula sebagai sarana penyalur hobi dan ada menghindari diri dari mengemis.
Narasumber terakhir yaitu kesepuluh dan kesebelas sekaligus dari sisi pengamen itu sendiri. Narasumber kesepuluh sudah dua tahun mengamen sedangkan untuk narasumber kesebelas sudah mengamen sejak duduk di kelas 5 SD. Menurut mereka cara pandang umum masyarakat terhadap mereka adalah dipandang sebelah mata dengan kata lain diremehkan. Menurut mereka alasan mereka mengamen adalah bagi narasumber kesepuluh sebagai pekerjaan sampingan dan yang kesebelas sebagai media mencari nafkah demi keluarganya.


           C.    Pemecahan Masalah
Bedasarkan hasil sosialisasi ditemukan pula cara pemecahan masalah yang cukup beragam. Pemecahan tersebut ada yang ditujukan kepada individu atau masyarakat dan juga terutama pemerintah agar dapat mengatasi permasalahan sosial yang berkenaan dengan eksistensi profesi pengamen.
Menurut narasumber ketiga, solusi yang tepat untuk mengatasi profesi pengamen di kalangan masyarakat adalah diadakannya rehabilitasi mental untuk mengubah cara pandang pengamen dan membuat mereka sadar akan potensi yang mereka punyai serta mengajak mereka untuk melakukan aktivitas yang lebih bermaanfaat di sana seperti diarahkanya mereka di sektor kerajinan dan industry.
Menurut narasumber keempat, ia lebih berpendapat bahwa solusinya ialah kita sebagai masyarakat harus merangkul mereka dalam makna menciptakan suatu komunitas pengamen agar mereka dapat mengamen dengan adab yang benar dan tidak menggangu masyarakat. Ia menekannya bahwa untuk merealisasikan hal ini dibutuhkan campur tangan pemerintah sebagai media utama penggerak suatu kebijakan.
Menurut narasumber kelima, ia lebih menitikberatkan pemecahan masalah ke dalam dua bidang yaitu mencari pekerjaan atau menjadi wirausaha alias berdagang. Sayangnya sang narasumber tidak menjelaskannya secara spesifik sehingga kami tidak tau penerapannya.
Menurut narasumber keenam untuk pemecahan masalahnya adalah lebih baik para pemuda pengamen itu ditampung lalu dilatih oleh bantuan pemerintah agar menadikan mereka lebih produktif ketimbang malas – malasan mengamen. Dengan adalanya pelatihan mungkin pula mereka dapat dikenal seperti yang ada di televisi.
Menurut narasumber ketujuh, ia menyebutkan suatu gebrakan yaitu menggunakaan cara subsidi. Cara ialah menyalurkan sebagian dana pemerintah kepada para pengamen dalam bentuk pendidikan dan lapangan pekerjaan. Diharapkan pula hal dapat menyelesaikan permasalahan pengamen di masyarakat.

Menurut narasumber kedelapan, ia menyatakan bahwa pengamen bukanlah masalah tetapi orang yang meminta di jalanlah yang menjadi masalah. Dalam kasus ini ia lebih menyatakan bahwa pengamen seperti yang di kafe – kafe bukanlah masalah di lingkungan masyarakat tetapi pengamen di jalanan yang menjadi masalah sehingga untuk setiap individu diharapkan tidak usah memberikan uang kepada mereka dengan tujuan agar mereka tidak mempunyai pendapatan dari pekerjaan tersebut sehingga jumlah populasi pengamen jalanan dapat berkurang.
Menurut narasumber kesembilan, agar masyarakat tidak terganggu dengan adanya penumpukan pengamen di suatu titik maka ia menyarankan untuk membagi jatah wilayah mereka masing – masing dan membagi keuntungannya secara sama.
Terakhir dari sisi pandang pengamen itu sendiri narasumber kesepuluh dan kesebelas mengharapkan adanya suatu tempat untuk mereka mengamen dan tidak perlu berkeliaran di jalan – jalan ataupun di gang – gang sempit lagi.




                                                               BAB IV
   PENUTUP

A.                Kesimpulan Sementara
Berdasarkan hasil sosialisasi, kami menyimpulkan bahwa permasalahan sosial ini bisa dimanfaatkan terlepas dari stigma masyarakat yang buruk menuju hal yang lebih positif. Dengan melakukan hal ini diharapkan negara kita dapat mengurangi populasi kemiskinan yang semakin meningkat. Namun, kesimpulan ini belumlah sempurna dikarenakan kurangnya responden dan data yang diperoleh.
Oleh Karena itu, kami sebagai peniliti makalah ini mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi informasi dan teguran terhadap diri kami sebagai penulis sendiri agar lebih menghargai pengamen. Kami juga berharap bagi masyarakat luas supaya dapat mengapresiasi kerja keras pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Selain itu, makalah ini juga ditujukan untuk pemerintah agar ke depan agar dapat tidak ada lagi kemiskinan yang merata.

B.                 Saran
Kami tidak memungkiri bahwa makalah ini tidaklah sempurna disebabkan oleh kurangnya sumber yang lebih luas, akurat, dan terpercaya. Diharapkan kedepan akan ada tim sosialisasi lain yang dapat menyempurnakan makalah kami atau kami pribadi mendapat kesempatan untuk melanjutkan makalah ini lebih dalam.


DAFTAR PUSTAKA
Https://www.@repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30144/1/JAMAL%20HILMI-FISIP.pdf
Https://www.@jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2016/07/JURNAL.pdf
Https://www.@digilib.uin-suka.ac.id/11390/1/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Https://www.@indonesiakreatif.bekraf.go.id/iknews/do-good-better-jakarta-aksi-mahasiswa-menyelamatkan-ibukota/
Http://www.@landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-jalanan-faktor-yang.html


[Ilmu Sosial Dasar] Sosialisasi Pengamen di Kalangan Masyarakat (Makalah Kelompok i)

Posted by : Raindeca Dzulikrom Haqqu 0 Comments

- Copyright © 2013 Eucliwood Hellscythe's Blog - Shiroi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -