Archive for March 2018
(Gambar Menggunakan Lisensi Creative Commons Atribusi)
Di
tepi pantai itu aku melihatnya, tatapan mata yang begitu menawan. Ia berdiri
sendirian ditemani cahaya bulan di kala malam. Sorotan matanya itu sedang
merefleksikan dirinya di hamparan laut yang luas. Angin malam membuat rambut
emasnya terhempas dan berkibaran bagaikan menari di angkasa.
“Lina…”
“Apakah aku membangunkanmu?”
“Tidak, hanya aku saja yang susah
tidur.”
“Oh begitu.”
Ia menatapku seakan tidak ada dosa
di matanya. Senyum hangat itu tidak akan pula kulupakan walau satu detik
sekalipun.
“Lihatlah bulan purnama itu.”Ucap
Lina.
“Besar juga ya…”Jawabku.
“Hei, menurutmu apakah aku dapat ke
sana suatu saat nanti ya?”
“Terbang menuju bulan bagai
bidadari, melihat senyum dan tawa setiap orang dari atas langit.”
“Pasti menyenangkan bukan?”
“Iya.”Jawabku kembali.
“Sayang mungkin ini terakhir kali
aku dapat bertemu bulan indah ini.”
“Apa maksudmu?”
“Selesai dari liburan ini aku akan
kembali bekerja dan belum tentu akan mendapat peluang seperti ini”
“Oh iya, apakah kita dapat bertemu
lagi ya?”Tanya Lina.
Aku menunjukan telunjuk kananku ke
arah bulan.
“Percayalah, kejarlah mimpimu dan
raihlah impianmu!”
“Ahaha terima kasih, kau baik sekali
rupanya.”
“Hmm sepertinya aku dapat membantumu
Lina.”
“Bagaimana caranya?”
“Mari kita berjanji di bawah bulan
ini bahwa pasti kita akan bertemu kembali di bawah sinar yang sama.”
“Apakah aku bisa?” Ragu Lina.
“Lihatlah mataku Lina!”
Lina memperhatikan bola mata semangat
yang kumiliki. Bola mata yang akan membuat orang kembali dari ketepurukan
apapun.
“Aku berjanji kepadamu, aku berjanji
bahwa aku akan kembali ke sinar bulan ini!” Janji Lina.
“Semangat yang bagus Lina.”
“Terima kasih banyak…”
“Raindeca.”
“Sama – sama Lina.”
Perjumpaan ini menjadi pelepas dari
pertemuan kami. Kami yang tidak sengaja bertemu entah mengapa begitu akrab.
Mengapa? Entahlah. Apapun itu
pertemuan aneh ini pun kuingat dalam kalbuku dan tak akan kulupakan janji yang
telah kami ikrarkan ini.
Kami pun berpisah di suatu
pelabuhan. Dari tujuannya sepertinya Lina akan pulang ke rumahnya di jepang.
Walau sebenarnya parasnya itu seperti campuran Asia-Eropa.
Aku
pun lupa menanyakan pekerjaannya. Pekerjaan apa yang akan memakan waktu
lenggang separah itu?
Angelina Tohdou Primula, namamu agak
aneh tapi justru unik dan ku yakin keunikan itu yang akan mempertemukan kita
lagi.
Namun ketika bertemu dengannya lagi
maka apa yang harus kukatakan kepadanya? Tapi biarlah, hanya waktu yang akan
menjawabnya.
Sebelas tahun telah berlalu. Dunia
yang sekarang pun sudah berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Tetapi perubahan ini justru
berdampak negatif. Perang dunia ketiga telah terpelatuk dengan ditemukannya
sebuah sumber daya baru.
Sumber daya yang dapat menggantikan
kerja minyak bumi, listrik, bahkan senapan mesin sekalipun. Yaitu sebongkah
bebatuan yang ada di beberapa negara yang salah satunya ialah negaraku sendiri.
Nama bebatuan itu adalah batu Aleph.
Diambil dari bentuknya yang kecil – kecil namun menyimpan energi yang tidak
akan habis bahkan 1 miliar tahun sekalipun. Istilah namanya juga diambil dari
satuan deret tak hingga terkecil dari angka – angka rill, Aleph-0.
Aku sekarang bekerja sebaga tim
riset batu tersebut dan karena ini sangat rahasia maka informasi mengenai
diriku yang sesungguhnya dihapuskan dari permukaan.
Jika dipikir ini cukup ironi namun
inilah takdirku dan aku harus siap dalam segala hal termasuk dibunuh oleh pihak
musuh. Ini pula menjadi tanda baktiku terhadap negara.
“Rain, tolong buatkan simulasi
program penggunakan batu Aleph untuk proyek SHIELD”
“Baik pak!”Jawabku.
Inilah pekerjaanku, inilah hidupku,
inilah jalan masa depanku.
“Rain, Bolehkah saya bertanya?”Tanya
rekan kerjaku.
“Apa itu?”
“Kamu tidak jenuh dengan aktivitas
ini? Yang lain terkadang mengambil cuti liburan tetapi kamu tidak.”
“Liburan kah? aku belum pernah punya
pikiran untuk mengambilnya hingga saat ini. Lagipula mau liburan ke mana?”
“Hahaha,
benar juga ya, Dunia yang sudah kacau ini mau liburan ke mana.”
“(Liburan
ya…)”
Aku
jadi teringat suatu hal. Apa kabarnya saat ini ya? Sudah sebelas tahun semenjak
aku dengannya bertemu dan aku belum dapat menepati janji kami untuk kembali
bertemu di bawah cahaya bulan yang menawan.
Kuharap
Lina belum mati dan dapat mewujudkan impiannya untuk dapat terbang di angkasa
dan pergi ke bulan. Jika dipikir untuk usianya yang seperti baru 18 tahun itu
terlihat mimpinya sedikit kekanak- kanakan tapi aku yakin ia dapat
mewujudkannya.
Satu
minggu telah berlalu, proyek SHIELD resmi dijalankan. Proyek ini dipelopori
oleh diriku dan dibantu oleh rekan satu timku sendiri.
Proyek
SHIELD, suatu metode pemanfaatkan batu Aleph agar dapat membuat dinding khusus
untuk mengurung negaraku ini dari serangan nuklir dan sejenisnya karena negara
kami dikucilkan dan dianggap sebagai musuh dunia sekaligus pelopor perang dunia
ini.
Namun,
tak disangka baru saja satu minggu setelah dijalankan ternyata tempat riset ini
diserbu oleh pasukan khusus dari bangsa Eropa.
Mereka
adalah Dis irae. Kumpulan orang –
orang terpilih yang tubuhnya telah difusikan dengan batu Aleph dan selamat
dalam uji coba yang memakan banyak korban. Mereka pula pelopor tertinggi fraksi
Eropa.
“Rain,
bawalah data ini! jangan sampai data ini direbut oleh mereka!”Ucap atasanku.
“Mereka
sudah datangkah?”Ucapku.
“Bawa
ini untuk berjaga – jaga.”
Itu
adalah sebuah senjata khusus berjenis Handgun
dengan sumber batu Aleph. Ini adalah prototype
yang telah dibuang karena fungsinya terlalu berbahaya yaitu dapat membuat suatu
objek menjadi abu dengan sekejap.
“Dari
mana profesor mendapatkan ini?”
“Aku
tahu Dis irae akan datang kemari cepat atau lambat. Oh iya kau ada dasar
militer bukan?”
“Iya
saya punya.”
“Lindungi
data ini dengan nyawamu dan jangan serahkan kesiapapun atau kepihak manapun!”
“Baik!”Jawabku.
“Tim
Alpha aktifkan mode penghancuran diri dengan durasi 15 menit.”
“Baik
profesor!”
Setelah
mode penghancuran diri diaktifkan aku harus berlari dan menyarukan diri dengan
teman – temanku yang lain agar tidak ditemukan oleh kelompok Dis irae itu.
Namun…
“Jangan
bergerak!”Ucap ketua dari kelompok Dis irae.
“(Mereka
datang lebih cepat!)”
“SEMUANYA
LARI!!!”Ucap profesor.
“Rain!
Hacurkan mesin SHIELD dengan sejata itu. Kita harus memusnahkannya sebelum
terlambat!”
Aku
dengan segera lari menuju ruang khusus yang berada di lantai paling bawah sendirian
dan rekau yang lain berusaha lari sembari memancing perhatian mereka namun
ternyata ada beberapa ilmuan yang justru melawan dengan senjata seadanya.
“Nona,
ada satu yang kabur. Apa yang harus ku lakukan?”
“Biar
aku yang mengurusnya, kalian habisi semua yang ada di sini dan ambil alih
kendali proyek ini.”
“(Sepertinya
aku dibuntuti!)”Firasatku.
“Habisi
mereka, lindungi proyek ini!!!”Teriak profesor.
“Untuk
negara kita!!!”Teriak yang lain.
Terjadi
perkelahian antara tim riset dan Dis irae namun pada dasarnya hal itu hanya
untuk mengulur waktu agar aku dapat memusnahkan proyek ini. Aku yang memulainya
maka aku yang harus mengakhirinya.
“Percuma
untuk lari.”Suara seorang perempuan yang sedang mencoba membunuhku.
Aku
berusaha lari dari gerekannya yang gesit dan memberi sedikit perlawanan sembari
berlari.
“Untuk
apa kau menginginkan proyek SHIELD ini!”Teriaku.
“Itu
bukan urusanmu! Ini adalah perintah!”
Kami
berdiskusi jarak jauh sembari beradu tembak satu sama lain.
“Kami
hanya ingin damai, mengapa kau tidak mengerti!”
“DIAM!”Ucap
sang wanita.
“Kau
pikir ini semua pilihanku! Salahkan takdir yang menimpamu!”
“Takdir
memang tidak dapat diubah, tapi nasib setiap orang bisa dirubah!”
“Boooom!”
Aku
berhasil menjejebaknya di suatu ruangan dan menguncinya. Paling tidak aku punya
cukup waktu untuk menghancurkan mesin generator SHIELD dan sepahitnya aku pula
yang akan melenyapkan data ini agar tidak dapat disalahgunakan.
Setelah
beberapa lama aku tiba di ruang generator, waktu menunjukan bahwa aku mempunyai
waktu 5 menit lagi.
Namun,
aku mendengat suara pistol di belakangku. Sepertinya inilah akhirnya.
“Aku
tidak akan berhenti.”Ucapku.
“Maka
kau akan mati di sini.”
“Coba
saja.”
Aku
menembakan mesin generator itu berikut menghancurkan data proyek ini dengan
pistol khususku dan di saat yang sama aku pun tertembak dan usahaku digagalkan.
“Cih!”
“Jangan
melawan.”Ucap sang wanita.
Wanita
itu menggunakan topeng dengan pakaian khusus bewarna hitam sembari melihat
rendah diriku dengan pistolnya.
“Mengapa
kau melakukannya sampai sejauh ini?”Tanya sang wanita.
“Karena
demi melindungi negaraku.”
“Cih,
jangan berbohong!”
“*Huuuuuh*Aku
mempunyai janji dengan seseorang. Dia menungguku di bawah sinar bulan di pantai
sana.”
“Aku
ingin sekali bertemu dengannya karena aku selalu menepati suatu janji.”
“Tapi
sepertinya aku tidak akan menemukannya. Huh, Inilah dosaku.”
Entah
mengapa wanita itu sepertinya bersedih di balik topeng itu Kemudian suaranya
melembut.
“Akan
ku wujudkan janjimu itu…”Jawab sang wanita.
“Bisakah
kau membawaku ke pantai terdekat? Aku ingin sekali melihat bulan purnama malam
ini.”
“Penghancuran diri dibatalkan.”Bunyi
suara operator sistem.
“Sepertinya
timku sudah selesai dengan tugasnya.”Ucap sang wanita.
“Cih,
menyebalkan juga ya hahaha.”
Aku
menahan rasa sakit yang berada di tubuhku ini. Luka tembak ini begitu serius
rupanya.
Tiba – tiba sang wanita mengaktifkan suatu alat
teleportasi di tangan kanannya.
“Ini
di mana?”Tanya ku.
“Di
tempat yang kau harapkan.”Ucap sang wanita dengan lembut.
Aku
dibaringkan di atas pangkuan wanita itu sembari melihat bulan pernama lalu mata
sang wanita menatapku dengan penuh kesedihan.
“Rain…”
Ia
membuka topeng itu dan memperlihatkan paras yang sesungguhnya. Bola mata yang
indah bagai di padang bulan dan rambut emas yang berkibar ditiup angin laut.
“Hahaha,
sepertinya aku dapat meninggal dengan tenang.”
“Bodoh…”Ucapnya.
“Bodoh
bodoh bodoh bodoh bodoh!”Teriaknya.
“Mengapa
Lina? Bukannya kita dapat bertemu kembali?”
“Dari
semua orang bodoh di dunia ini, mengapa harus kau!”
“Aku
tidak menyesal Lina. Aku tidak akan menyesal atas apa yang terjadi hingga detik
ini.”
Butiran
air mata jatuh dari bola matanya seakan ia tidak dapat menahan malu dan
penyesalannya saat ini.
“Berkat
janji kita ini aku dapat hidup, berjuang, dan berdiri hingga saat ini.”Ucap
Lina.
“Dan
aku baru saja melukai orang yang paling berharga bagiku.”
“Akulah
sebenarnya wanita yang bodoh!”
“Tidak,
kau tidak bodoh Lina. Kau hanya mejalankan tugasmu bukan?”
“Rain….”
“Maafkan
aku…”
“Apakah
kau sudah bisa terbang ke bulan? Hahaha.”
“Tanpa
dirimu mana mungkin aku bisa! Kau pemberi harapan untukku!”
“Tetaplah
hidup Lina dan jagalah dirimu.”
“Percayalah
pada suara hatimu dan berjanjilah padaku sekali lagi bahwa kau akan menjadi
dirimu yang sebenarnya.”
“Rain…”
“Aku
sudah tidak bisa lama – lama lagi, Lina ada yang mau kukatakan padamu sebelum
aku pergi.”
“Lina…”
“T-terima
k-kasih…”
Aku
tersenyum tetapi mataku gelap gulita. Tubuhku dingin bagaikan es. Aku mulai
merasakan bahwa ruhku sudah dalam perjalanan menuju alam sana.
“Aku
berjanji padamu Rain. Akan kupastikan kau bahagia di alam sana.”
Sensasi
yang kurasakan adalah sapuan tangannya dan perasaan inilah yang terakhir kali
bisa kurasakan.
“S-selamat
t-tinggal, ha…”
“RAIN!”
“AHHHHHH!!!!!!”
“(…)”
~ END ~